ptk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mata
pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang
dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis,
induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif mapun kuantitatif serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Mata pelajaran
Fisika di SMA
dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan Fisika yang ditujukan untuk
mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi. Hal ini
didasari oleh tujuan Fisika yakni mengamati, memahami, dan memanfaatkan
gejala-gejala alam yang melibatkan zat atau materi dan energi.
Fisika dikenal menjadi
mata
pelajaran yang paling susah bagi para
siswa karena pelajaran fisika
selalu berhubungan dengan matematika. Mempelajari
fisika
bukan hanya sekedar tahu
matematika,
tetapi siswa diharapkan mampu
memahami konsep yang
terkandung
di dalamnya, menuliskannya ke dalam simbol-simbol
fisis, memahami
permasalahan
serta
mengetahui bagaimana cara menyelesaikannya.
Namun kebanyakan siswa belum mampu
menyelesaikan masalah fisika
yang diberikan oleh guru dan belum mampu merespon apa yang
disampaikan oleh
guru.
Contohnya
pada saat guru
memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai
suatu konsep,
siswa hanya cenderung diam dan
belum mampu
menjawab pertanyaan
tersebut.
Siswa
mengalami kesulitan
merangsang
ingatan untuk mengingat pengetahuan yang didapat sebelumnya.
Hal ini dikarenakan siswa
belum mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Siswa lebih
mengandalkan guru sebagai sumber
pengetahuannya. Akibatnya seringkali terjadi kesalahpahaman siswa
terhadap
konsep yang
sedang
diajarkan oleh guru. Siswa cenderung panik dan takut ketika tidak
dapat
menyelesaikan
soal
yang
diberikan oleh guru. Kepanikan dan ketakutan tersebut diakibatkan karena mental siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah fisika masih sangat rendah, sehingga siswa
belum dapat berpikir
kreatif. Siswa cenderung menghafalkan satu jawaban yang benar dan kemampuan siswa dalam mencari alternatif
jawaban dari masalah masih kurang, sehingga belum tampak keberanian siswa memikirkan alternatif jawaban yang bervariasi. Siswa belum
mampu berpikir secara menyeluruh
dan hanya terpaku pada
materi yang sedang dipelajari
akibatnnya siswa belum mampu mengintegrasikan
keterkaitan antara konsep yang satu dengan
konsep yang lainnya.
Permasalahan yang terjadi di atas berawal dari aspek kognitif siswa.
Dimana aspek kognitif siswa merupakan aspek yang memberikan pengaruh besar
terhadap keberhasilan proses pembelajaran siswa. Aspek kognitif merupakan aspek kompetensi yang mengarah
kepada kecakapan
hidup
siswa
(life skill).
Namun permasalahan-permasalah
di atas dapat diatasi dengan
memberikan pengajaran yang
efektif
yaitu dengan
cara belajar secara
aktif,
pelajaran
di sekolah dihubungkan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat agar siswa
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam interaksi belajar
mengajar, guru harus
banyak
memberikan kebebasan pada
siswa untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan masalah
sendiri,dan guru harus mempergunakan banyak metode
pada saat mengajar. Pendekatan serta metode belajar termasuk faktor-faktor yang turut menentukan tingkat efisiensi dan
keberhasilan belajar siswa. Solusi untuk menyelesaikan
masalah
di atas adalah dengan cara
memberikan model pembelajaran yang kiranya dapat memberikan
pembelajaran yang efektif.
Salah satu pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran
konstruktivisme memiliki prinsip
bahwa siswa mengkonstruksi pemikiran mereka sendiri dalam belajarannya. Artinya pembelajaran konstruktivisme ini mengarahkan siswa
agar mampu membangun
pemikiran mereka sendiri, yakni ketika belajar siswa diharapkan mampu mengaitkan suatu konsep yang
diajarkan dengan kenyataan yang berkaitan dengan pengalaman hidup siswa. Hal tersebut dimaksudkan agar
siswa lebih mudah memahami konsep yang diajarkan oleh guru.
Model kontruksivisme berpandangan bahwa belajar
merupakan proses
aktif dari pembelajaran untuk membangun pengetahuan . proses aktif yang
dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya,
melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun
berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental. Salah satu model pembelajaran yang
dapat digunakan adalah model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah proses pembelajaran yang
titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari
masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya. dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan
siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan
diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.
Metode
pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk
belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan dalam memecahkan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Berdasarkan karakteristik
model problem based learning di atas, maka
salah satu konsep yang
dapat diterapkan dengan menggunakan model ini adalah konsep
suhu dan kalor. Konsep suhu dan kalor merupakan konsep yang cocok dengan problem based learning karena memiliki bahasan yang cukup luas
dan
siswa dapat menikmati pelajaran fisika tanpa ada rasa panik dan takut serta lebih
bisa mengkonstruksi pengetahuan awal siswa. Konsep suhu
dan kalor dapat mengikis
ketidakberminatan dan kejenuhan siswa
untuk belajar fisika karena konsep ini
dilengkapi dengan praktikum yang mudah untuk dipahami. Jika sejak awal bermunculanya fisika sudah diperkenalkan dengan menyenangkan maka
pelajaran fisika
tidak
akan
menjadi masalah yang menakutkan
untuk siswa, dengan begitu
hasil
belajar fisika siswa akan meningkat.
Dengan demikian model problem based learning sesuai untuk menyelesaikan
permasalahan
di atas. Berdasarkan
fenomena yang
terjadi seperti yang
telah
dikemukakan di atas, penulis mencoba melakukan pengkajian terhadap efektivitas model problem based learning dan peranannya dalam meningkatkan hasil belajar fisika
siswa. Sehingga dengan
demikian penulis memilih judul: “Pengaruh Model Problem Based Learning pada Konsep Suhu dan Kalor terhadap Hasil Belajar Fisika pada
Siswa Kelas X di SMA Negeri 1 Masamba”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah
di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut: “Apakah terdapat
pengaruh model problem based learning pada konsep suhu dan kalor terhadap hasil belajar fisika pada siswa kelas X di SMA Negeri 1
Masamba?”.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah yang telah diuraikan maka yang jadi
tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk
mengetahui pengaruh model problem based learning pada konsep suhu dan kalor terhadap hasil belajar siswa kelas
X di SMA Negeri 1 Masamba.
Comments
Post a Comment