Refleksi Aksara Nusantara
Refleksi Aksara Nusantara
Aksara secara etimologi berasal dari bahasa sangsekerta
yaitu akar kata “a-“ ‘tidak’ dan “kshara” termusnahkan’. Jadi, aksara adalah
sesuatu yang tidak termusnahkan / kekal / langgeng. Dikatakan sesuatu yang
kekal, karena peranan aksara dalam mendokumentasikan dan mengabadikan suatu
peristiwa komunikasi dalam bentuk tulis. Melalui aksara yang ditatah diatas
batu hingga ditulis di atas daun lontar dan lempengan tembaga, kesuraman dan
kejayaan masa lalu dapat dijamah kembali dengan bukti-bukti literal.
Aksara adalah suatu simbol visual yang tertera pada
kertas maupun media lainnya(batu, kayu, kain, dll) untuk mengungkapkan
unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah sistem tulisan.
Alfhabet dan abjad merupakan istilah yang berbeda karena merupakan tipe aksara
berdasarkan klasifikasi fungsional. Unsur-unsur yang lebih kecil yang
terkandung dalam suatu aksara antara lain: grafen, huruf, diakritik, tanda
baca, dsb.
Aksara nusantara merupakan beragam aksara atau tulisan
yang digunakan di nusantara untuk secara khusus menuliskan bahasa daerah tertentu.
Walaupun abjad arab dan alfhabet latin juga seringkali digunakan untuk
menuliskan bahasa daerah, istilah aksara nusantara seringkali dikaitkan dengan
aksara hasil inkulturisasi kebudayaan india sebelum berkembangnya agama islam
di nusantara dan sebelum kolonial bangsa-bangsa eropa di nusantara. Berbagai
macam media tulis dan alat tulis digunakan untuk menuliskan aksara nusantara.
Media tulis untuk prasasti antara lain meliputi batu, kayu, tanduk hewan,
lempengan emas, lempengan perak, lempengan tembaga, dan lempengan perunggu.
Tulisan di buat dengan alat tulis berupa pahat. Media tulis untuk naskah antara
lain meliputi daun lontar, daun nipah, janur kelapa, bilah bambu, kulit kayu,
kertas lokal, kertas infor, dan kain. Tulisan di buat dengan alat tulis berupa
pisau atau pena dan tinta.
Di Sulawesi masih sangat banyak masyarakat lokal yang
buta aksara, terutama yang tinggal di desa terpencil, jauh dari jangkauan akses
pendidikan (sekolah). Hal itu di sebabkan beberapa hal diantaranya yaitu:
budaya, ekonomi, dan tempat tinggal yang jauh dari sekolah. Ungkap Susianti dkk
saat berbincang-bincang di ruangan kuliah senin (17/10) 2016. Melihat dari
kehidupan sehari-hari aksara 100% di gunakan, olehnya itu aksara harus
diketahui kepada seluruh lapisan masyarakat dan tentunya ini menjadi tugas kita
semua.(Rusli)
Comments
Post a Comment